Published On:Senin, 20 Juli 2015
Di posting oleh Admin:Yupiwo Apogo News
Pengaruh Transmigrasi Bagi Masa Depan Papua
Kata pastor Muda papua “Honaratus Pigai’Pr
YUPIWO APOGO NEWS.COM
Bagi kita orang Papua mendengar kata
transmigrasi sudah tidak asing lagi, karena kita seringkali mendengarkan orang
mengucapkannya atau kita menemukannya dalam buku yang kita baca atau mungkin
kita sendiri juga mengungkapkannya. Bahkan mungkin kita sendiri melihat dengan
mata dan kepala atas realitas/fakta terjadinya transmigrasi itu sendiri.
Dalam cacatan singkat ini, kami ingin
memaparkan pengaruh trasnmigrasi bagi masa depan budaya Papua. Hal yang membuat
tranmigrasi perlu dipaparkan, karena jelas bahwa para transmigran memiliki
budaya yang lain/sendiri, yang sangat berbeda dengan budaya orang asli Papua.
Pertanyaan yang sungguh menggugah hati adalah apakah budaya Papua akan bertahan
dengan adanya transmigrasi ini? Atau akan hilang tak berbekas seiring dengan
perjalanan waktu dan dengan bertambahnya para trans yang datang dari berbagai
daerah dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Pemerintahan Papua mesti menyadari akan
budaya, yang adalah jati dirinya. Ia jangan dengan semena-menanya sendiri
mengizinkan para trasnmigrasi di Papua. pemerintah yang adalah salah satu tokoh
yang mengizinkan transmigrasi, membuat budaya Papua yang sebagai dirinya
terancam. Karena para transmigran tidak akan menghidupkan budaya lokal lagi,
melainkan mereka akan membawa budaya mereka, bahkan budaya luar lainnya yang
membuat orang Papua terinstan di dalamnya. Kesadaran ini perlu ditumbuh
kembangkan dalam diri pemerintah Papua yang adalah orang Papua dan berbudaya,
dan menolak segala sesuatu yang membahayakan dan mengancam budaya Papua.
Sejarah Singkat Transmigrasi
Pengolahan transmigrasi sudah sejak tahun
1950, pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Pengolahan ini diberi nama
kolonial, atas usulan H.G Heyting pada saat itu menjabat sebagai Asisten
Residen Sukabumi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan yang sekaligus sebagai tujuannya, bahwa
kepadatan penduduk di Jawa semakin meningkat dan lapangan kerja pun semakin
sulit. Maka perlu adanya keseimbangan, sehingga kolonialisasi pertama dilakukan
pada tahun yang disebutkan di atas, yakni dari pulau Jawa ke Gedung Tataan
Keresiden Lampung, untuk kemudian
dimigrasikan ke Papua.
Kolonisasi bukan hanya dilakukan oleh
pemerintahan Belanda, melainkan juga oleh pemerintahan Jepang. Saat mereka
menduduki indonesia pada tahun 1943. Sementara Pemerintahan Indonesia sendiri
baru melaksanakan kolonialisasi pada masa-masa awal kemerdekaannya. Alasan
utamanya adalah untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa. Pada masa ini pula
kolonialisasi di ganti dengan nama transmigrasi.
Transmigrasi sebagai suatu sebagai suatu hal
penting yang ditandaskan oleh dua tokoh yang adalah orang nomor satu di
Indonesia saat itu, yakni Bung Karno yang menjabat sebagai Presiden Repiblik
Indonesia dan Bung Hatta yang menjabat sebagai wakilnya. Masalah trans migrasi
dalam Tulisan Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA. Dengan judul Transmigrasi,
Pembaruan dan Integrasi nasional, sangat dijelas dituangkan. Seperti ditulis
untukapan Bung Karno seperti berikut ini: “transmigrasi adalah mati hidupnya
kita, transmigrasi harus menjadi masalah nasional, gerakan nasional, gerakan
masyarakat dalam pengintegrasian antara pemerintah dan rakyat secara
terorganisasi. Transmigrasi adalah garis hidup kita, dan garis hidup bangsa
Indonesia”. Hal senada juga diungkapkan oleh Bung Hatta “transmigrasi merupakan
kewajiban bangsa Indonesia dalam membangun Indonesia, pandangan-pandangan
negatif harus disingkirkan dengan konsepsi penyelenggaraan yang dan fakta yang
benar. Transmigrasi adalah masalah negri Indonesia dan bagian dari hak membangun
bangsa dan negara”. Maka program transmigrasi sendiri sudah dimasukkan dalam
PELITA oleh pemerintah.
Papua Daerah Yang Terkena Imbas Transmigrasi
Bertolak dari sejarah singkat di atas, Papua
menjadi salah satu daerah yang kena imbas program transmigrasi tersebut. Papua
dijadikan sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam arena program
transmigrasi dan sudah-sedang mendapat jatah para transmigran sejak pra-PELITA.
Beberapa daerah dan bahkan kini hampir di seluruh Papua, menjadi tujuan dari
program ini. Sepertinya mengalir bagaikan air. Para transmigran didatangkan
dari tahun-ke tahun, memenuhi daerah Papua.
Menjadi pertanyaan rakyat asli Papua sendiri
mau dikemanakan? Karena pengalaman dan bakan kenyataan membuktikan bahwa
transmigrasi menimbulkan dampak negatif bagi rakyat asli. Mereka diasingkan
dipelosok-pelosok yang sangat tidak dapat dijangkau oleh pemerintahan atau pun
gereja. Di sini terjadi kesenjangan di segala bidang, ekkonomi, kebudayaan,
sosial dll. yang sangat mendalam dalam kehidupan mereka.
Seperti yang terbukti bahwa dengan masuknya
trasnmigrasi di Papua mulai dibukanya industri-industri yang membunuh mental
orang Papua. Orang Papua yang dulunya tahu berkebun atau berburu, sudah
melupakan akan hal itu. Karena mereka sangat tertarik bekerja di
Industri-industri yang banyak menyerap tenaga kerja.
Pengaruh Transmigrasi Terhadap Masa Depan
Budaya Papua
Adanya transmigrasi di Papua menimbulkan
problema, karena para transmigran datang dengan budayanya sendiri, yang tidak
sesuai dengan budaya setempat (Papua). pertemuan dua budaya ini mau tidak mau,
suka tidak suka menghasilkan benturan.
Dari pihak Papua akan sangat tidak menerima
budaya yang tidak sesuai dengan budaya hidup mereka, karena merasa budaya baru
bukan budaya hidup mereka. Tetapi juga dari pihak transmigran akan sulit
menyesuaikan secara cepat budaya setempat, sehingga ingin menerapkan budayanya.
Situasi ini harus diperhatikan oleh pemerintah yang memprogramkan transmigrasi.
Situasi seperti ini tidak bisa mengorbankan yang satu dengan lain, karena
budaya adalah kebiasaan hidup yang sudah melekat dan memang sulit dilepaskan
dalam sedetik saja. Tetapi kenyataannya pemerintah sepertinya mengorbankan
budaya asli dan mengusahakan untuk mencari budaya baru yang menjamin kehidupan
mereka. ini sebuah dosa yang tidak dapat ditolak yang harus ditanggung oleh
pemerintah dari zaman ke zaman.
Pemerintah mesti bertanggung jawab atas
budaya baru yang sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat setempat maupun
masyarakat trasmigran. Karena transmigrasi sama saja dengan membunuh budaya
asli dan mengikuti budaya baru yang tidak dikenal oleh kedua kubu budaya. Mental
budaya yang dihidupi dengan hasil meramu, berkebun, beternak dan sebagainya,
dialihkan dengan mental industrialisasi atau sebagainya. Ini boleh dikatakan
pembunuhan mental maupun fisik secara terselubung yang sadis, bagi
genari-generasi baru. Karena pasti mereka akan lupa secara mental maupun lemah
secara fisik untuk mengulangi budaya lama yang ada, maka budaya itu akan
tinggal nama saja.
Catatan Kritis: Progam Transmigrasi
Hal pertama, seperti yang sempat saya
singgung di atas, pemerintah kurang sadar akan benturan budaya yang sangat
mendasar sampai menelan korban, bagi pihak setempat. Tetapi bagi para
transmigran tidak menjadi masalah, karena mereka dikawal aparat bersenjata yang
datang menakut-nakuti masyarakat lokal. Akhirnya bagi masyarakat lokal, untuk
melangsungkan hidupnya pun mengalami ketakutan karena ditakuti. Hal seperti
ini, menimbulkan pembunuhan mental bagi orang setempat. Ini kurang disadari
oleh pihak-pihak berwenang.
Hal kedua, selain benturan budaya yang tidak
diperhatikan pemerintah, juga terjadi kurang bahkan tidak diperhatikan secara
menyeluruh ganti rugi atas tanah adat atau hak kepemilikan tanah. Karena itu
masyarakat lokal merasa sesal dengan hal itu, sehingga tidak mengherankan jika
dalam kenyataan yang sering kita lihat, dengar atau alami sendiri, yakni adanya
pemalangan dll. Ini bukan karena apa-apa, tetapi tanah adat mereka tidak
dituntaskan secara bijaksana oleh pemerintahan.
Hal ketiga, pembukaan lahan secara
besar-besaran bersamaan dengan pemekaran-pemekaran yang membabibuta oleh
pemerintah untuk pemukiman para trans. Pembukaan lahan yang demikian sangat
mengganggu ketentraman hidup dan kepercayaan tradisional orang Papua terhadap
roh-roh leluhur. Roh-roh leluhur mereka yang menempati gunung-gunung, batu
besar, pohon besar/rindang. Tempat itu diangap sebagai suci atau sakral,
sehingga tidak sembarang orang memasuki areal itu, selain mereka yang memiliki
hak untuk masuk. Ditempat-tempat itulah, ketika mereka mengalami kesulitan
hidup mereka akan ke sana untuk meminta peertolongan. Dengan adanya program
trangmigrasi, sepertinya diusir oleh Pemerintah dengan pembukaan lahan yang
tidak memperhitungkan hal ini.
Akibatnya, masyarakat setempat menjadi
korban, karena relasi mereka dengan roh-roh itu retak. Karena itu, mereka
diberi hukuman yang besar. Maka jika masyarakat setempat ada yang sakit dan
meninggal tanpa sebab musabab yang jelas, mereka akan memprediksi secara
spontan bahwa itu disebabkan oleh roh-roh leluhur. Roh-roh ini marah kepada
masyarakat lokal bukan, karena tempatnya dirusakkan, walaupun bukan mereka yang
merusaknya. Maka ini sering mereka lakukan upacara adat untuk memulihkan relasi
yang ditimpa bencana oleh pihak yang tidak manusiawi itu.
Catatan Kritis: Terhadap Budaya Papua
Kalau kita mengamati secara teliti program
transmigrasi di Papua banyak mendatangkan aspek negatif, jika dibandingkan
dengan aspek positif. Aspek positif sangat tidak nampak kepada masyarakat
lokal. Program transmigrasi dengan membuka lahan secara besar-besaran tidak
membawa perkembangan tetapi kemunduran. Karena para trasnmigran datang membawa
kedamaian, melaikan konflik yang berkepanjangan kepada masyarakat lokal. Tanah
mereka “dirampok, diperkosa, dijadikan milik secara semena-menanya sendiri dan
sebagainya”
Hal lain, budaya Papua semakin hancur. Berada
diambang pemusnahan. Lihat saja dengan adanya transmigrasi orang asli mengukuti
budaya baru sehingga melupakan budayanya, karena mereka dipengaruuhi oleh
budaya instan. Bahasa daerah dilupakan dan mempelajari bahasa Indonesia. Kalau
ditanya kepada orang Papua untuk berbahasa daerah, mereka akan menjawab kami
tidak tahu. Juga dalam hal lain. Hal ini harus disadari oleh pemerintah Daerah
bahwa budaya Papua sedang menuju kepunahan, maka perlu melestarikan budaya
lokal yang ada sejak dahulu itu. karena jika dikaji secara mendalam, sepertinya
budaya Papua dengan sendirinya sedang menuju kepunahan. Juga manusianya.
LAWAN DAN SEHATI
Suara Hati Anak jalanan
===================================================================
Di odeida taman keheningan
,damabagata,yupiwo deiyai .05-03-2015/07:27 :wpb
Publikasi and writing by ,amoye
abatabiy wempi doo
=======================================