Headlines

Mama Kacang-Jagung di Pantai Nabire

Posted by Admin: | Jumat, 09 Mei 2025 | Posted in ,


Setiap sore, mama Yohana datang jalan pelan-pelan ke Pantai Nabire. Di atas kepala dia bawa noken isi jagung dan kacang, tangan satu pegang bara kecil dari rumah. Dia biasa duduk di bawah pohon kelapa dekat batu besar, itu tempat sudah jadi rumah kedua untuk dia.

"Jagung bakar! Kacang panas! Sore-sore makan enak, kaka!" teriak mama Yohana, suara dia lembut tapi tegas.

Mama Yohana bukan perempuan muda lagi. Umur dia sudah tua, badan dia kurus, tapi semangat dia bakar kuat, karena dia punya alasan besar—anak dia, Mikael. Itu anak bungsu dari tiga saudara. Dua kakak sudah besar, tapi Mikael masih sekolah SMA, kelas dua.

"Sa mau dia jadi guru. Jangan kayak sa, hanya jualan di pantai," bilang mama Yohana waktu ditanya orang.

Suami dia sudah meninggal lama, tinggal dia sendiri urus Mikael dari kecil. Tiap pagi mama tanam kacang sama jagung di kebun belakang, sore dia bawa ke pantai buat jual. Hujan datang kah, panas kah, angin kencang kah—mama tetap datang.

Kadang orang-orang bilang, "Mama, ko capek sudah, istirahat saja."

Tapi mama Yohana cuma senyum, "Kalau sa istirahat, siapa yang mau kasih makan anak?"

Banyak kali, hari sepi. Tidak banyak pembeli. Tapi mama tetap duduk di tikar kecil, lihat laut, tunggu satu-dua orang beli.

Suatu hari, Mikael datang lari-lari dari rumah, bawa kertas putih.

"Mama! Mama! Saja sudah  lulus! Sa dapat sekolah di Jayapura!" kata dia sambil peluk mama.

Mama Yohana menangis diam-diam, tangan dia pegang Mikael kuat-kuat.

"Ko sekolah baik-baik, ko jadi orang. Itu baru balas cinta mama," katanya pelan.

Dan sejak itu, tiap sore mama tetap datang ke pantai. Dia tidak jual banyak lagi. Hanya bawa sedikit jagung, kacang, dan duduk lihat laut sambil doa dalam hati.

"Terima kasih, Tuhan. Jagung dan kacang sudah antar anak  saya ke masa depan."

***

W. Takapabi Doo

KISAH YOHANA DI JAYAPURA

Posted by Admin: | Rabu, 07 Mei 2025 | Posted in ,


Matahari sore menembus celah dedaunan pohon flamboyan yang berdiri anggun di halaman Gereja Taman Immanuel, Jayapura. Yohana duduk di bangku kayu yang menghadap danau Sentani, menyeka peluh di dahinya. Ia baru saja pulang dari Pasar Youtefa, menjual hasil kebun milik ibunya—ubi, daun keladi, dan buah matoa.

Gadis berusia tujuh belas tahun itu hidup sederhana di pinggiran kota Jayapura, di daerah Waena. Ayahnya sudah lama tiada, meninggal saat konflik di Wamena belasan tahun lalu. Sejak itu, ibunya, Mama Reni, menjadi tulang punggung keluarga, dan kini Yohana perlahan mengambil alih peran itu.

Yohana memiliki satu impian yang selalu ia jaga rapat dalam hatinya—menjadi guru. Ia ingin kembali ke pedalaman Papua, ke desa tempat ayahnya dibesarkan, dan membuka sekolah kecil di sana. Tapi mimpi itu selalu terasa jauh, tertutup oleh kenyataan yang keras: uang sekolah, biaya hidup, dan beban keluarga.

Sore itu, setelah menghitung uang hasil jualan yang tak seberapa, ia menatap danau dengan air mata menetes perlahan.

“Tuhan, kuatkan saya. Biar saya tetap berdiri. Biar saya bisa lanjut sekolah,” bisiknya.

**

Hidup Yohana berubah ketika seorang relawan pendidikan asal Biak, Ibu Maria, datang ke sekolahnya. Sang relawan menanyakan siapa siswa yang mau menjadi guru dan mengabdi di pedalaman.

Yohana mengangkat tangannya dengan ragu tapi penuh tekad. Seminggu kemudian, ia dipanggil ke ruang kepala sekolah dan diberi kabar: namanya masuk dalam program beasiswa ke Universitas Cenderawasih, jurusan pendidikan.

Malam itu, ia memeluk Mama Reni sambil menangis. “Mama, Yohana bisa kuliah. Tuhan buka jalan.”

***

Tiga tahun kemudian, Yohana kembali ke kampung ayahnya di Yahukimo. Ia tidak membawa banyak, hanya ransel berisi buku, papan tulis kecil, dan semangat yang tak bisa dipadamkan. Di sana, di bawah pohon-pohon besar dan atap honai sederhana, ia mulai mengajar anak-anak yang belum bisa baca.

“Nama saya Yohana. Saya datang bukan bawa banyak uang, tapi saya bawa cinta untuk tanah ini,” ucapnya dalam bahasa daerah.

Dan setiap malam, di tengah dinginnya pegunungan Papua, Yohana duduk menulis: kisah-kisah kecil dari tanah besar yang dulu dilukis ayahnya dalam dongeng masa kecil.

***

W.Takapabii Doo

kisah seorang anak yatim piatu -Langit Timur di jakarta

Posted by Admin: | Minggu, 04 Mei 2025 | Posted in ,

YUPIWO APOGO |NEWS © 2025

CERPEN:
 
Karya: Wempi W.Doo

Sa pu nama Yohanis Mabel. Sa anak asli dari Wamena. Sejak umur sa baru sepuluh tahun, mama papa sudah tidak ada—mereka kena waktu perang di kampung. Jadi sa tinggal sama oma, satu-satunya orang yang sayang sa paling banyak di dunia.

Oma selalu bilang, “Anak, ko harus sekolah tinggi. Jangan cuma tinggal di gunung. Ko harus jadi terang dari Timur.”

Waktu oma meninggal, hati sa hancur. Sa pikir, sudah, hidup ini tra ada gunanya lagi. Tapi sa ingat kata oma. Jadi sa tahan air mata, sa pergi terus sekolah.

Dengan bantuan dari gereja dan guru-guru di sekolah, sa bisa daftar kuliah di Jakarta—Universitas Indonesia. Waktu itu sa tida tahu Jakarta itu macam apa, tapi sa percaya Tuhan bawa sa ke sana untuk suatu alasan.

Waktu sa sampai di Jakarta, sa kaget. Ado, itu kota besar sekali. Gedung tinggi, jalan macet, orang-orang semua jalan cepat-cepat. Sa merasa kecil sekali. Orang di kampus kadang lihat sa aneh, karna kulit sa hitam, rambut sa keriting, logat sa juga beda.

Tapi sa bilang dalam hati, “Kalau sa mundur, siapa lagi yang bawa cerita Papua ke sini?”

Siang sa kuliah, malam sa kerja di toko fotokopi. Kadang sa hanya makan mi instan satu bungkus dua hari. Tapi sa tidak pernah mengeluh. Sa tahu, ini jalan sa.

Waktu tulis skripsi, sa ambil topik tentang trauma anak-anak Papua yang tumbuh di tengah konflik. Sa cerita juga pengalaman sa sendiri, bagaimana rasanya jadi anak kecil yang liat darah, liat api bakar rumah, dan dengar suara tembakan waktu malam-malam.

Dosen bilang, “Yohanis, ini bukan sekadar skripsi. Ini luka bangsa yang ko tulis.”

Waktu wisuda, sa berdiri di atas panggung, pakai toga, semua orang tepuk tangan. Tapi dalam hati, sa menangis. Sa lihat langit Jakarta, dan bilang pelan-pelan:

“Oma, cucu su jadi terang dari Timur. Sa tra lupa ko pu pesan.”

***

Jatu Cinta Dari Timika Putus di Jayapura

Posted by Admin: | Senin, 28 April 2025 | Posted in ,

Awal Sa pertama kali sa ketemu dia tu di Timika, kaka. Pas ketemu Di lapangan bola sana, SP2 situ. dong bilang dia asli Deiyai tapi lahir besar sini katanya . Nama dia tu melyana , senyum dia manis sampe bikin sa lupa jalan pulang.

Kita dua sering ketemu, duduk-duduk di pinggir jalan, makan papeda sama ikan kuah kunin, cerita sampe bintang turun di langit. Kadang-kadang kita naik motor sampe Pomako, duduk di pasir, liat laut jalan jauh ke ujung dunia, Kadang-kadang juga pergi mandi-mandi di kali-kali pindah jalan lintas meuwoo , dan banyak Cerita pokoknya.

Dia bilang, "Ko itu orang baik, sa senang skali ko ada." Sa cuma senyum, tapi dalam hati sa bilang, sa tra mau lepas ko, sa jaga ko baik-baik.

Waktu itu Sa SMA kelas' 2 sekolahnya SMATIRA (tiga raja ) sedangkan dia tu sekolahnya di SMK tunas bangsa situ, dia tu kak kelas sa.

Dia Setelah selesai SMA situ itu, Dia bilang ke sa itu mau  kuliah di Jayapura. Sa bilang, "Ko pergi belajar, ko hebat, ko punya masa depan terang. Sa tunggu ko di sini." Dia peluk sa kuat-kuat, bilang, "Jarak itu cuma angka, hati kita tetap satu."

Awal-awal memang baik. Kita tiap malam kirim pesan, video call juga. Sa senyum tiap dengar suara dia. Tapi lama-lama, dia mulai sibuk. Sa kirim pesan, dia balesnya lama-lama. Telepon juga bilang "nanti sa sibuk tugas."

Sa mulai rasa... dia berubah. Sa tanya, "Ko masih sayang sa ka?" Dia diam.

Sampai satu hari, sa terbang ke Jayapura, cari dia. Kita duduk di warung kopi, hujan turun pelan-pelan. Dia pandang sa, lalu bilang:

"Maaf e... sa rasa kita dua su tra bisa lanjut. Sa su beda, sa su ada jalan lain."

Sa tra bisa bicara, air mata sa jatuh pelan. Dia peluk sa, lama skali, lalu jalan. Sa duduk sendiri di situ, kopi dingin, hati juga dingin.

Sekarang, tiap kali sa liat senja di Timika, sa ingat: di situ pertama kali sa jatuh cinta. Tapi juga, di Jayapura... cinta itu selesai.

**
Setelah pertemuan terakhir dengan Melyana, kehidupan sa berjalan seperti biasa, tapi ada kekosongan yang selalu terasa di hati. Hujan yang dulu menemani kami di warung kopi, kini hanya menjadi kenangan. Setiap kali sa melihat senja di Timika, sa merasa hati ini masih tertinggal di masa lalu, di saat-saat yang sudah berlalu.

Waktu berjalan cepat, sa kembali fokus ke sekolah, meskipun hati masih sesekali teringat. Tapi, perlahan sa belajar menerima kenyataan. Tugas sekolah semakin banyak, teman-teman baru di sekitar sa memberi dukungan. Mungkin ini cara Tuhan menunjukkan bahwa ada hal lain yang harus sa perhatikan, selain memikirkan Melyana.

Suatu hari, sa duduk di tepi pantai, seperti dulu saat bersama Melyana. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan rambut sa, dan suara ombak yang bergulung memberi ketenangan. Sa sadar, hidup ini seperti laut yang luas, ada banyak hal yang bisa dijelajahi. Tidak ada gunanya terjebak dalam satu titik yang sudah berlalu.

Sa mulai lebih banyak berbicara dengan teman-teman, berbagi cerita dan tawa. Sa mulai ikut kegiatan di sekolah, memperkenalkan diri kepada dunia yang lebih besar. Tanpa sadar, sa mulai merasa ada ruang baru yang terbuka dalam hati, ruang untuk diri sa sendiri, untuk impian-impian yang belum sempat terwujud.

Hingga suatu hari, sa menerima kabar dari teman lama, yang mengatakan bahwa Melyana akan pulang ke Timika. Sa tidak merasa cemas lagi, bahkan kali ini sa merasa tenang. Kalau memang jodoh, pasti akan bertemu lagi, tapi sa tahu sekarang, bahwa kebahagiaan sa tidak bergantung pada seseorang. Kebahagiaan itu datang dari dalam diri, dari perjalanan yang sa lalui.

Di akhir cerita, sa berdiri di tepi pantai, melihat matahari terbenam dengan senyuman kecil di wajah. Hidup sa belum selesai. Ada banyak cerita yang menanti. Melyana, dengan segala kenangan yang ada, sudah menjadi bagian dari masa lalu. Kini saatnya sa berjalan ke depan, mencari hal-hal baru yang lebih menantang dan membahagiakan.

Tamat,
Cerita fiksi saja..

W. Takapabii Doo
Maikai, Kota tua , 05 mei 2024



"Cinta kita amoye dan Enago di kota Waghete"

Posted by Admin: | | Posted in ,


Di Waghete, sebuah kota kecil di pinggiran Danau Tigi yang biru tenang, hidup seorang perempuan yang kecantikannya selalu diperbincangkan: Enago. Ia bukan hanya cantik karena wajahnya, tapi juga karena kelembutan hatinya dan senyum hangat yang bisa meredakan amarah siapapun yang melihatnya.

Aku bertemu Enago pertama kali di pasar kecil Waghete, di bawah pohon beringin besar yang menjadi tempat berkumpul anak-anak muda. Saat itu ia mengenakan rok noken berwarna cerah dan membawa bakul penuh hasil kebun. Mata kami bertemu tanpa sengaja, dan rasanya dunia seketika berhenti berputar.

Hari-hari setelah itu, aku selalu mencari alasan untuk bertemu dengannya. Kadang aku pura-pura membeli ubi di pasar hanya untuk sekilas melihat Enago. Kadang aku duduk di tepi danau berharap ia lewat. Dan setiap kali mata kami bertemu, Enago selalu menyapa dengan senyum yang membuat hatiku meleleh seperti es di tengah panas matahari Waghete.

Pada suatu sore, saat kabut tipis mulai turun dari pegunungan deiyai dan langit Waghete membakar jingga, aku memberanikan diri. Aku membawa seikat bunga wagadei dari odee dan menghampirinya. Tangan gemetarku hampir menjatuhkan bunga itu, tapi Enago hanya tertawa kecil — suara tawanya seperti nyanyian burung dari hutan miyee dan ikimei.

"Aku suka bunga ini," katanya sambil menerima pemberianku. "Dan aku suka kamu yang berani datang."

Sejak hari itu, cinta kami tumbuh seperti pohon-pohon besar di sekitar dari waiyai dan deiyai : kuat, tinggi, dan menyejukkan. Kami sering duduk berdua di tepi danau, bercerita tentang mimpi-mimpi. Ia ingin menjadi guru, mengajar anak-anak Waghete supaya suatu hari desa kami bisa lebih maju. Aku bermimpi membangun perahu besar untuk mengelilingi Danau Tigi bersamanya.

Suatu malam di Waghete, di bawah bulan yang menggantung penuh di langit, aku dan Enago duduk di pinggir Danau Tigi. Angin membawa wangi tanah basah dan suara gemercik air. Di kejauhan, lampu-lampu nelayan tampak seperti bintang kecil yang jatuh ke permukaan danau.

Enago menggenggam tanganku erat.
"Kita akan selalu bersama, kan?" bisiknya.
Aku menatap matanya yang berkilau seperti malam itu, dan menjawab, "Seperti danau ini, kita akan tetap ada, meski hujan, meski panas."

Dan malam itu, aku berjanji dalam hati: aku akan membangun sebuah rumah kecil di tepi danau untuk kami. Rumah di mana cinta ini akan bersemi selamanya.

***

W. Takapabii doo

Ratapan Hati Seorang Bocah Kecil di Pinggiran Pantai nabire

Posted by Admin: | Jumat, 25 April 2025 | Posted in ,


Di bibir pantai yang sunyi,
aku duduk, kaki kecilku mencelup ombak,
memandang jauh ke cakrawala
tempat matahari karam dalam luka yang merah.

Angin membawa bau garam dan kenangan,
tentang rumah-rumah roboh,
tentang ayah yang tak pulang,
tentang ibu yang diam-diam menangis di dapur reyot.

Aku, bocah kecil,
hanya tahu bermain dengan pasir dan mimpi,
membangun istana rapuh
yang runtuh sebelum sempat berdiri.

Di mataku, laut luas adalah tanya,
ke mana pergi semua tawa?
ke mana hanyut semua cerita tentang damai?

Pantai ini saksi bisu,
tubuh kecilku, suara kecilku,
tertulis dalam pasir — sebentar, lalu hilang,
dihapus ombak,
seperti kami dihapus dari peta dunia.

Aku menunggu, entah apa,
mungkin angin baru,
mungkin sebuah kapal,
mungkin secuil harapan yang tak pernah benar-benar datang.

Di pantai Nabire ini,
aku belajar bahwa tidak semua air mata asin berasal dari laut.

***

WwD 
Maikai, 25 April 2025

Ku Goreskan Pena diatas Sehelai Kertas Putih

Posted by WEMPI W. DOO | Minggu, 09 Februari 2025 | Posted in ,

Hasil gambar untuk pena
Ilustrasi Gambar/Google

Pena ku masih kokoh
Erat dalam genggam
Kini terlatih saat mengukir
Inginnya disiram tinta tuk lepas dahaga
 Setelah ukir jutaan untai kata

Saat hati bercakap dalam gubahan
Kisah tertuang dalam wadah syair
Kiasan saling berpadu serasi
Mengalir isi hati jeritan surga kecil di setiap barisnya
Emosi ku menjelma dibalik kalimat
Makna ku selipkan dalam peran istilah
Ku harap yang dituju membuka tangan
Aku,yang berbicara…
Lewat gores pena 

Karya: Wempi Wenlaus Doo
Surabaya,31-08-2016

BARANGKALI RINDU TERTABUR DISANA

Posted by WEMPI W. DOO | Rabu, 08 Juli 2020 | Posted in , ,

foto oleh:http://daengbattala.com


YUPIWO APOGO |NEWS © 2020

PUISI:
BARANGKALI RINDU TERTABUR DISANA
Karya: Wempi W.Doo



Hari ini di di tepian kali
alam rimbah menjadi sahabat
ku menchurat semua isi hatiku yang membeku
bagaikan batu karang di kali yawei

Barangkali hatiku tertawan sunyi
 beku sampai ke ujung rindu
barangkali senyummu yang menawan
 sunyi hingga mimpiku disesaki namamu

Dalam mimpi malam aku akan berkata lagi
rindu ini siapa yang akan mengobatinya

Bukit Meriam ,Nabire,09 juli 2020
                  


Tuhan Allah “Mari Dengarlah Derita Kita”

Posted by Admin: | Jumat, 24 Mei 2019 | Posted in ,



Sumber:terbangkebulan.wordpres.com

Kampung halaman-ku, Penuh lumuran derita;
Disana anak-anak penjaga dusun-ku selalu menjadi korban;
Polisi dan TNI; jadikan lahan pembataian anak negeri.

Sayang, Tuan-tuan penjaga dusun; 
Duka kita semakin mendalam,
Hati dan jiwa kita teriris dengan tangisan kita

Dimanakah kami harus mencari tempat berlindung; untuk bebas dan damai
Tuhan Allah , dengar tangisan duka lara kami;
Selama ini kami doa kepada-Mu,
Akankah kapan di jawab pesembahahan duka lara kami?

Nabire,25 mei 2019
Karya :Wempi Wenalaus Doo

PUISI: DI PEKAT MALAM

Posted by Admin: | Jumat, 22 September 2017 | Posted in ,

Pekat malam di kota hollandia/dok Piribadi
YUPIWO APOGO |NEWS © 2017
PUISI:

DI PEKAT MALAM

Malam ini bulan purnama
Semua terlihat begitu jelas
Langitpun terbuka bebas
Terlihat sejuta bintang-bintang di langit

Aku duduk bersila
Di bawah lampu temaran
Sambil menatap di langit
Yang terbuka disana
Hati ini ingin mengisyaratkan
Hntuk bertemu dengan bintang-bintang disana
Karena aku ingin berbincang di malam yang kelap ini

Tetapi aku tak punya sayap
Untuk bertemu dengan
Bintang-bintang yang terlihat disana

Seandainya
Malam ini malaikat
Mengatarkan ku kesana
Pasti aku mendapatkan
Kelegaan disana

Karya:Wempi W. Doo
Kota Raja,07 Sebtember 2017

Aku Pengembara Kesepian

Posted by WEMPI W. DOO | Rabu, 19 Juli 2017 | Posted in ,


Si musafir kesepian memulai jalan
Dari timur ke barat
Dari selatan ke utara
Mengilingi dunia
Tanpa memiliki saran kebebasan

Dalam pengembaraannya 'si musafir menghitung waktu yang ia telah terlewati
Hari-hari yang ia lewati bagaikan tak terhitung di dalam pengembaraan nya

Jiwa tetap selalu tegar
Mengikuti waktu
Karena waktu tak perna hilang
Dari perjalanan waktunya

Dalam pengembaraannya
Ia selalu bertanya pada dirinya
Dimanakah ku akan temui saran kediaman kebebasan

Karena kebenaran tak perna terkubur
Dalam ronga dada kebohongan dunia
Pasti dalam perjalanan panjang ini
Ku akan menemukan kediaman kebebasan hakikinya

Karya:Wempi Wenlaus Doo
Iyaitaka,10 Februari 2017

Mama Nita

Posted by WEMPI W. DOO | Rabu, 17 Mei 2017 | Posted in ,

KepergianMu guncangkan bumi Cenderawasih
mengisak kenyataan di dekapan duka

Mama Nita Sayang.eeee...😭
JiwaMu teguh
yang bergulir disudut-sudut negeri
melantunkan suara lantang
dengan nada pemberontak

JiwaMu berani
yang mengupas setiap lembaran derita
dengan coretan bintang fajar di dadaMu

Kini, maut menjemputMu
Engkaulah martir pembela kebenaran
Oh Sang Ilahi
Terimalah anakMU didalam tanganMUtanganMU

Karya:Vinselia Yeimo
 (Abepura_Kamis, 18 Mei 2017)

foto:Mama_Nita

Aku di Setapak Jalan

Posted by WEMPI W. DOO | | Posted in , ,

Di sini aku bersama diriku
Ku diam bersama bayangan yang ku temui
Di bawah terik panas matahari

Bayanganku mengikuti langkaku
Sebab
Diriku adalah cintaku
Diriku Sahabatku

Yang mampu ku temui bayanganku
Di setapak jalanjalan

Yang berliku
Karya:Wempi wenlaus doo
Deiyai,Dagokebo,09 Maret 2017
Dok/Foto:Pribadi 

KU LARI KESANA BERSAMA SEBERKAS CAHAYA HATI

Posted by WEMPI W. DOO | Minggu, 20 November 2016 | Posted in ,

Hasil gambar untuk ILUSTRASI LANGKAH LARI
Gambar-IST/ Sumber:Google
Menangis sedih hidupku ini
semua masalah hidup tak kunjung reda
perang batin pun kerap terjadi
kenapa gini?
kenapa begitu??

Izinkan kumelangkahkan kaki
ditemani seberkas cahaya hati
mencari sesuatu yang tak pasti

Walau jauh mesti kulalui
aku punya mimpi
aku pun punya harapan

Mengharap mimpi yang tak pasti

meski lama pasti kunanti
izinkan kulangkahkan kaki
melangkah menggapai mimpi
langkah harus tetap melaju
karena detik takkan pernah dihentikan waktu

Karya:Wempi Wenlaus Doo
Enagotadi,Paniai,13 November 2016


MELANGKAH KESANA

Posted by WEMPI W. DOO | Sabtu, 17 September 2016 | Posted in ,

Gambar:Foto/dok pribadi/Wempi Wenalsu Doo
Titik hanyut yang harus di tempu
Terbuka oleh langka derap kehangatan
Membawa jiwa mulai using  dan rapu

Andai kata jiwa yang rapu itu hati
Berselir kelabu diatas angan-angan
Ku Ingin terbang seperti burung emas  “Sang Cendrawasih’’ untuk melintasi dunia ini  namun tak punya sayap
Ingin menari namun langka kaki tak bisa menahan

Berkelut dalam kekejaman dunia

Dunia panah penuh amarah

Maju pikiranku maju logikaku
jangan terlena dalam puing kehanncuran
hentikan keputusan  asaan yang tak menerang
bangun,bangun jiwaku
yang mulai tak sadar kegelapan

Karya:Wempi Wenalus Doo
sektoral,Bumi amungsa timika,14 september 2016

AKULAH HITAM BERKECOKOLATAN

Posted by WEMPI W. DOO | Selasa, 06 September 2016 | Posted in ,




Ilustrasi Gambar/Foto dok Wempi Wenlaus Doo


Diriku adalah kulitnya hitam berkecokolatan

Dulu ibu biasa berkata juga kepada saya

 hitam berkecolatan itu  adalah orang “PAPUA,MELANSIA



Berarti aku ini orang “PAPUA

Berarti aku ini orang “MELANESIA

Yang tak mungkin tergantikan oleh apapun



Jadi aku adalah aku

Yang di ciptakan  dan menempatkan akau oleh sang khalik

Ditas tanah”PAPUA

Diatas  bumi “MELANESIA’’



Karya:Wempi Wenlaus Doo

Malang Raya,06 september 2016

Catatan Untukmu West Papua

Posted by WEMPI W. DOO | Sabtu, 03 September 2016 | Posted in ,

Image result for surat kecil
Ilustrasi gambar /google

Catatan kecil itu berisi tentang muWahai surga kecilku
Tentang kamu yang aku cintai Tanah leluhurku
Tentang kamu yang aku banga Tanahku West papua.

Catatan kecil itu berisi hati kecilku
Hati yang bertahun tahun jatuh padamu
 
Hanya ini..
Hanya catatan ini yang mengetahui perasaanku padamu.
Hanya catatan kecil usang
Namun berisi ungkapan Cinta untukmu

Aku harap..
Suatu saat nanti catatan ini berada di tanganmu.
Dan kau mengetahui bahwa aku mencintaimu
dan surat ini untuk mengantar ke meja pembasan .
untuk mengabdi dan berkarya diatas negeri leluhur ini


Karya: Wempi Wenlaus Doo
Malang Raya,04 September 2016

Kasih Sayang Ibu

Posted by WEMPI W. DOO | Rabu, 31 Agustus 2016 | Posted in ,

Ibuku Pahlawanku/foto dok pribadi

Ibu....
Engkaulah inspirasiku  
 engkau berkelana di ujung 
dunia
bayangan selalu ada di sampingku 
Engkau  harapan hidup  
ku jadikan  pedoman di setiap langkaku
Dalam doaku ku selalu sebut namamu
Engkau setia dalam segala hal
Engkau penyemangat baik dalam hidupku 
 Engkau bagaikan malaikat tanpa sayap untukku 
 Engkau segalanya untukku
Aku tanpamu bagaikan angin tanpa arah
 Engkau bagaikan lautan samudra
 

Ibu.....
Terimakasi atas kasih sayangmu 
  terimkasi atas perjunganmu 
 terimakasi atas perjunganmu 
  terimakasih atas setiap tetesan keringat yang tercurah untuk anakku terimakasi atas pengorbananmu 
Ibu .....
Maafkan amarahmu 
   maafkan keogoisanmu
maafkan kenakalanmu  
 maafkan atas air matamu

Ibu....
Engkaulah cahaya penerang dalam hidupku
  jika orang bertanya padaku 
 siapa pahlawan dalam hidupmu 
 pasti ku menjawab pahlawan dalam hidupku adalah Ibuku

              Karya:Wempi Wenlaus Doo 

 Bumi Amungsa, Timika,13 Maret 2015
 

SEMBAHAN MALAM

Posted by WEMPI W. DOO | Senin, 29 Agustus 2016 | Posted in ,


Dalam derita
Yang tak pernah usai
Kusimpan hangat Mu
Purnama tersenyum
Bintangpun berkedip
Kami bersujud
Kala rembulan nyaris pergi
Berilah sinar keselamatan

Dalam tangan Mu
Kuserahkan lembah duka kami
Sembahan malam
Harapku, duka lara kami
Kupersembahkan
                           Kepadamu hai pemberi
  hidupku Sang KhaliK    
                      yang bertahta di surga

          Karya:Wempi wenlaus Doo  
                  
                     Damabagata,Deiyai,10 Agustus 2016 

KEMANUSIAAN

Posted by Admin: | Minggu, 20 Maret 2016 | Posted in ,


Manusia itu berada di atas dari hukum
Undang-undang adalah buatan manusia
Manusia yang penting bukan hukumnya
Manusia yang diselamatkan bukan undang-undangnya
Pasal dan ayat UUD hanyalah alat bantu
Yang paling kecil dari keberadaan kodrati manusia
Kan kodrat manusialah yang paling tinggi
Dan paling luhur
Manusia di hadapan hukum yang mematikan manusia,
adalah hukum kenihilan
Kemanusiaan adalah arti kehidupan
Kemanusiaan adalah arti pengakuan
Kemanusiaan adalah arti penghormatan
Terhadap multi-keberadaan pribadi manusia
Yakni;
Penghormatan akan kebebasan
Penghormatan akan kesahajahan
Penghormatan akan budaya sebagai identitas
Penghormatan akan bidang-bidang kehidupan
Sesungguhnya, kemanusiaan dikembalikan kepada pribadi manusia
Supaya pribadi manusia benar-benar menjadi manusia
Dalam karya harian mereka
Kan kemanusiaan adalah wujud kehadiran Sang Adikodrati
Adalah Tuhan Pencipta














Karya: Goo Puyee
Sumber Fb:Goo Puyee

#TERPOPULER

Random Posts

#Translate

Tayangan Laman

# FIRMAN TUHAN

# FIRMAN TUHAN

# visitor

Flag Counter