Published On:Kamis, 23 Juli 2015
Di posting oleh Admin:Yupiwo Apogo News
Dituduh OPM, Polisi Siksa Siswa SMTK di Dogiyai
Ilustrasi kekerasan/Ist.
Dogiyai, MAJALAH SELANGKAH -- Anggota Kepolisian Daerah Papua yang bertugas di Kabupaten Dogiyai, Papua, dikabarkan menyiksa seorang pelajar Sekolah Menengah Theologi Kristen (SMTK) Dogiyai, Amos Pekei, Rabu (16/7/2015) lalu.
Kepada majalahselangkah.com, Kamis (23/7/2015) di halaman Gereja Kalvari Digikotu, Moanemani, Dogiyai, Amos Pekei berkisah.
"Saat itu saya ada pulang setelah antar orang di Dinas Pendidikan. Saya dihadang mobil kaca gelap Avansa di depan Gereja St. Maria Immaculata Moanemani, Dogiyai," ungkap Amos.
Kata Amos, ia dihadang, langsung ditodong senjata di kepala oleh polisi yang berpakaian lengkap layaknya Brigade Mobil (Brimob).
"Mereka todong senjata di kepala saya. Dia itu bilang, ko OPM to. Saya bilang, saya bukan OPM. Saya hamba Tuhan," katanya.
Kata Pekei, dirinya belum selesai bicara, pukulan sudah menghujam dan ditendang badan bagian belakang.
"Setelah saya ditendang, saya tidak sadarkan diri," kata Amos Pekei.
Amos menjelaskan, ketika sadar, dirinya sudah ada di dalam sel di Enarotali, Kabupaten Paniai. Moanemani adalah Kabupaten Dogiyai dan Enarotali adalah Kabupaten Paniai. Perjalanan dari Moanemani ke Enarotali ditempuh dengan mobil, sekitar 70-80 KM.
"Saat saya buka mata, saya lihat saya sudah ada di dalam kurungan. Tempat yang saya tidak kenal. Saya sangat ketakutan," jelasnya.
Katanya, dia terbangun sekitar jam 03.00 WIT sore. Sejak dia ditahan tanpa alasan pada jam 08.00 WIT hingga sore itu, dia mengaku sama sekali tidak sadarkan diri.
"Selama itu, saya sama sekali tidak tahu, apa yang polisi lakukan kepada saya. Mereka bawa saya ke mana, saya tidak tahu," katanya.
Lanjut Amos, "Waktu itu saya hanya berdoa dalam hati. Tuhan, saya salah apa lalu saya ditahan."
"Beberapa saat kemudian, salah satu Polisi datang dengan suara besar. Brimob itu mendekat sambil berkata, 'kurang ajar, ko yang bunuh-bunuh orang dan saya punya masyarakat'," katanya berkisah.
"Saya lihat begini, Polisi yang datang itu, adik dari mandor yang biasa saya ikut kerja. Setelah dia lihat saya, dia diam karena sudah kenal," kata siswa SMTK Moanemani, itu.
Setelah itu, lanjut Amos Pekei, "Bah, Amos, kenapa ko ke sini. Lalu, saya bilang, saya ditahan sama ko punya teman-teman. Mereka pikir saya OPM lalu mereka tahan dan bawa saya dari Moanemani, Dogiyai."
"Saya lihat, mereka sudah antri untuk mau pukul saya. Tetapi, puji Tuhan, Brimob yang datang pertama itu sudah kenal baik dan dia menjelaskan kepada teman-teman Brimob yang lain," lanjut Amos.
Setelah dengar penjelasan, kata Amos, Polisi yang datang kepadanya untuk mau memukul itu menjelaskan kepada Polisi yang lain, kalau Amos Pekei tidak biasa gabung di dalam OPM.
"Waktu itu, Brimob itu sedang jelaskan kepada Brimob yang lain, ada saudara perempuan saya dan salah satu mantan anggota DPR dari Deiyai datang ke Pos Polisi dan meminta kepada Polisi untuk keluarkan saya," tutur Pekei.
Lanjut Amos, dirinya bisa keluar karena ada Polisi yang ia kenal. Jika tidak ada Polisi itu, ia mengaku tidak tahu, apa yang terjadi pada dirinya.
Kata Pekei lagi, saat itu, mantan anggota DPR Deiyai itu juga meminta dengan tegas kepada Polisi agar jangan tahan masyarakat secara sembarangan.
"Sekitar jam 04.00 WIT itu, Brimob keluarkan saya dari sel Polisi di Paniai. Saya diantar pulang dari Paniai oleh mantan DPR itu," tuturnya.
Amos menambahkan, Polisi yang bertugas di Dogiyai hanya satu orang saja di dalam Avansa. Sedangkan Polisi yang lain, ia sama sekali tak mengenal wajahnya. Mereka berpenampilan dan berpakaian Brimob.
"Mereka semua muka baru dan saya tidak kenal," kata Amos.
Mengingat kejadian tersebut, ia meminta kepada semua orang Papua, terlebih anak-anak muda Papua, agar selalu waspada dan selalu hati-hati.
Dikecam Banyak Pihak
Kejadian tersebut disayangkan salah satu anggota DPRD Dogiyai, Markus Waine.
Waine meminta kepada pihak keamanan yang bertugas di Dogiyai agar tidak membuat resah kepada masyarakat kecil.
Ia juga meminta agar aparat keamanan agar jangan menahan masyarakat kecil yang tidak tahu apa-apa.
"Kalau mau buat masyarakat resah, takut dan mau menahan secara semena-mena, jangan bertugas di Dogiyai," katanya tegas.
Wakil rakyat ini mengecam tindak tidak manusiawi yang dilakukan aparat keamanan. "Jika datang hanya untuk buat masalah, silahkan angkat kaki dari Dogiyai dan pulang. Kami di Dogiyai aman," tegas Waine.
Sementara itu, tokoh pemuda kabupaten Dogiyai, Yanuarius Yuaiya Goo, mengatakan, tidak boleh lagi pihak keamanan lakukan tindakan kekerasan kepada masyarakat.
"Polisi jangan lakukan tindakan seperti itu. Tindakan itu tidak manusiawi," ujar Goo.
Yan mewakili pemuda Dogiyai, menyayangkan tindakan tersebut. Selama ini, masyarakat Dogiyai hidup dalam damai.
Ia pertanyakan, keberadaan polisi yang ia diduga adalah polisi di Dogiyai. "Masyarakat Dogiyai tidak butuhkan Brimob di Dogiyai. Segera tarik diri dari Dogiyai dan pulang," tegas Yan.
Penegasan sama disampaikan tokoh adat di Dogiyai, Germanus Goo, bahwa jangan ada pihak yang sengaja ciptakan konflik di Dogiyai.
"Kita semua sudah hidup dalam rukun. Jangan ada pihak yang ciptakan masalah di tanah adat Dogiyai," kata Germanus.
Jika ada pihak yang ciptakan masalah, tegas Germanus, jangan di Dogiyai.
"Kalau mau hidup dalam masalah, Dogiyai bukan tempatnya. Silahkan pulang. Entah, polisi kah, Brimob kah, tentara kah, jangan buat masalah kepada masyarakat kecil di Dogiyai," tegasnya lagi.
Terkait kejadian itu, ia meminta kepada Brimob untuk jangan lagi menahan sembarangan masyarakat kecil yang tidak tahu apa-apa.
Hingga berita ini ditulis majalahselangkah.com belum mendapatkan konfirmasi dari kepolisian setempat terkait peristiwa ini. (Philemon Keiya/MS)