Published On:Selasa, 21 Juli 2015
Di posting oleh Admin:Yupiwo Apogo News
Tak Ada Kemajuan Berarti yang Dilakukan Freeport Soal Smelte
Jayapura, Jubi/GeoEnergy – Hingga saat ini, tidak ada kemajuan berarti yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dalam mewujudkan isi MOU antara Pemerintah dengan Freeport khususnya dalam pembangunan smelter
Smelter ini sangat penting, selain bahwa ini adalah amanat UU MINERBA, keberadaan smelter ini tentu akan membuat nilai tambah bagi bangsa Indonesia, karena keberadaan smelter akan menjelaskan secara real berapa banyak emas, tembaga dan mineral lainnya yang diangkut oleh PT Freeport Indonesia keluar dari Indonesia.
“Patut diduga selama ini bangsa Indonesia telah dibohongi oleh Freeport atas laporan mineral yang diperoleh dari Papua, karena memang kita tidak pernah tau persisnya apa yang diangkut dan berapa yang diangkut Freeport. Dengan demikian, keberadaan smelter sangat penting untuk segera direalisasikan. Jangan tutupi kewajiban ini dengan membesar-besarkan berita bahwa Freeport mengembalikan blok yang kaya emasnya pada Indonesia, rakyat jangan disuguhi isu-isu manipulatif. Pengembalian blok itu atas amanat UU , jadi kewajiban smelter Freeport jangan ditutupi dengan berita ini,” tegas Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean melalui keterangan tertulisnya, pekan lalu.
Pemerintah, lanjut Ferdinand Hutahaean melalui kementrian ESDM harus punya prioritas mana yang lebih penting, jangan lagi bangsa ini disuguhi informasi manipulatif, puluhan tahun kita tidak dapat mamfaat sesungguhnya dari Papua, sekarang presidennya Jokowi, maka harus ada perobahan yang signifikan.
“Jokowi harus menegur Kemeneterian ESDM yang tidak berani tegas kepada Freeport, sementara ijin ekspor konsentratnya akan berakhir pada akhir bulan ini. Ini harus jadi perhatian serius mentri ESDM. Jikapun harus diperpanjang akhir bulan ini, maka penting ekspor konsentrat Freeport dikenakan bea keluar 15%,” kata Ferdinand.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin kepada wartawan baru-baru ini di Jakarta, terkait operasioanal PT Freeport Indonesia selama ini, mengatakan PT Freeport Indonesia telah menyetujui kenaikan royalti komoditi pertambangan, yakni tembaga dari 3,5% menjadi 4%, emas dari 1% menjadi 3,75% dan perak dari 1% menjadi 3,25%.
Selain itu, Freeport juga sepakat terkait divestasi saham yang ditingkatkan dari 9,36% menjadi 30% dan mengharapkan divestasi dilakukan lewat initial public offering (IPO). Bahkan, penggunaan barang dan jasa dalam negeri pun akan dinaikkan dari 71% menjadi 90%. Freeport juga mengklaim Pajak Penghasilan (PPh) badan sebesar 35% dari laba bersih yang harus dibayar Freeport juga tetap berlaku sementara korporasi Indonesia membayar PPh sebesar 25% sesuai Undang-Undang (UU) PPh.
Menurut Maroef, selama 42 tahun beroperasi di Indonesia, Freeport sudah berkontribusi secara langsung dan tidak langsung kepada Indonesia dan Papua. Pada kurun waktu 1992-2014 atau 22 tahun beroperasi, kontribusi langsung Freeport kepada Indonesia sudah sebesar US$ 15,7 miliar dan secara tidak langsung US$ 29,5 miliar.
“Kontribusi langsung tersebut adalah pajak, royalti, dividen, dan biaya lain. Sedangkan kontribusi tidak langsung mencakup gaji dan upah pembelian dalam negeri, pembangunan daerah, dan investasi dalam negeri. Pajak dan pungutan lainnya yang diterima Pemerintah dari Freeport selama 22 tahun itu mencapai US$ 12,8 miliar, dividen US$ 1,3 miliar, dan royalti US$ 1,6 miliar,” jelas Maroef. (*
publikasi by"wempi doo(YAP)